Kepuharjo mendadak penuh. Pasca Gunung Merapi meletus selasa 26 oktober 2010 lalu, 4 desa di Kelurahan Kepuharjo, yaitu Kaliadem, Jambu, Petung, dan Kopeng dievakuasi. 1074 penduduk dikumpulkan di Pos Pengungsian Kepuharjo. Pos itu di sebelah timur Golf Merapi. Luasnya sekitar 150 m x 80 m. Berdiri satu gedung permanen sebagai barak utama. Gedung itu dibangun pemerintah Kabupaten Sleman. Cukup untuk 400 orang. Gedung itu menghadap selatan. Di belakang, sepuluh bilik kamar mandi permanen dan tempat wudhu tersedia.
Kamis 28 oktober 2010, kapasitas gedung tidak cukup untuk semua pengungsi. Tim SAR dan POLRI yang bertanggungjawab atas pos itu mengambil tindakan. Delapan tenda berwarna oranye didirikan. Masing - masing tenda berukuran kurang lebih 15 meter x 5 meter. Cukup untuk menampung pengungsi yang tidak mendapat tempat di gedung utama.
Berita meletusnya Merapi menyebar cepat. Berbagai media baik Tv maupun cetak, ramai - ramai memberitakan gunung itu. Tak terkecuali tentang korban dan pengungsi. Termasuk di Kepuharjo. Dari berita itu, orang bersimpati. Bantuan berdatangan. Logistik, relawan, bahkan tenda.
Sabtu, 30 oktober 2010, pos itu dipenuhi tenda - tenda darurat. Setidaknya dua puluh dua tenda dan lima belas bilik kamar mandi darurat. Selain menampung pengungsi, tenda - tenda itu juga dipakai untuk berbagai kebutuhan. Dapur umum, posko kesehatan, pusat informasi, dan pos kesehatan. Semua disediakan untuk memenuhi kebutuhan pengungsi selama ada di Pos Kepuharjo. Makanan, air bersih, pakaian, hingga obat - obatan tersedia. Sukirno, pegawai Puskesmas Cangkringan yang ditugaskan di Posko Kepuharjo, mengaku kebutuhan pengungsi saat itu cukup. "Untuk obat - obatan dan logistik saat ini cukup mas.", tutur pria 168 cm itu. Setali tiga uang dengan Sukirno. Supranto, koordinator Pos Komando Lapangan di Pos Kepuharjo. "Semua kebutuhan pengungsi disini bisa dikatakan terjamin.", tegasnya. Bahkan untuk menghindari trauma bagi anak - anak, Supranto membentuk tim penghibur. Tim penghibur ini bertugas mengajak anak - anak bermain agar tidak bosan berada di pengungsian, sekaligus terapi mental bagi mereka. Pun perpustakaan keliling. Perpustakaan itu merupakan bantuan dari salah satu pertai politik di negeri ini. Perpustakaan keliling itu ramai dikunjungi anak - anak. Dilihat dari tawa mereka, perpustakaan keliling itu cukup menghibur.
Logistik cukup, tempat berteduh ada, hiburan ada, bagaimana dengan jaminan hidup mereka? Merapi masih berstatus awas. Belum bisa diperkirakan sampai kapan. Rasa was - was masih menghantui. "Kami cukup senang disini, cuma masih takut kalau-kalau Merapi batuk lagi.", kata Priyo, seorang pengungsi di Pos Kepuharjo. Pria 36 tahun itu mengaku sering ngelilir karena khawatir. Perasaan seperti itu juga dirasakan Purnomo. "Kebutuhan sih tercukupi. Tapi gimana kalau Merapi meletus lagi? Gimana kalau awan panasnya sampai sini? Kami harus kemana lagi?.", cetus ayah seorang anak berusia 7 tahun itu.
Kebutuhan tercukupi, bukan lega menjelang. Kondisi yang tak bisa diterka, jadi beban tersendiri. Merapi belum tenang. Seismograf menandakan gunung itu masih berstatus awas. Terlalu dini bagi pengungsi menanggalkan kewaspadaan. Terlalu cepat bagi aparat, tim SAR, dan relawan berleha-leha. Sabar dan tawakal adalah kunci. Bencana, ujian dari Sang Kholiq. Bencana akan tersudahi, bila saatnya nanti.